NEWS
DETAILS
Senin, 30 Oct 2017 16:04 - Honda Community

Petualangan kami lanjut menuju arah Timur, dari Pietermaritzburg kami memilih jalan pedesaan melewati daerah perkebunan tebu yang luas dan hamparan perbukitan hijau, hanya kami yang bersepeda motor disini, selama perjalanan tak satupun motor yang kami temui, hanya mini bus berpapasan atau searah jalur kami.

Sepanjang jalan masyarakat pun sudah melihat kami dari jauh mengendarai motor berwarna merah cerah dan melambaikan tangan sambil senyum lebar.

Dan setelah 2 jam riding, kamipun masuk jalan toll mengarah ke timur hingga jalan toll berakhir sampai di Richard Bay sekitar 300 km riding di jalan toll ( sepeda motor bisa masuk toll di Afrika Selatan dan akan kena biaya).

Hari  sore dan kami tetap berkendara menuju Swaziland border di Golela, kami melewati beberapa Game Reserve alias Taman Konservasi.

Kami beruntung bisa menyaksikan sekumpulan Gajah Afrika yang sedang makan dan hanya berjarak sekitar 20 meter dari badan jalan, spontan saya pub berhenti dan menyaksikan moment langkah ini dari jarak dekat, sangat dekat. Ini pengalaman yang luar biasa.

Sayapun riding santai menuju Golela border karena semakin penasaran ketika melewati daerah konservasi, apabila kita jeli, bisa melihat kumpulan kancil, jerapah, bufallo dan Ostrich dari ponggir jalan saja. Akhirnya kami pun tiba di border hampir gelap.

Kami berencana mencari campsite dekat border namun nihil karena hanya Lodge yang tersedia dengan tarif yang mahal.

Akhirnya kami kembali ke desa dekat border dan istirahat sejenak sambil memikirkan untuk lanjut atau tetap di border sementara visa kami sudah hampir expired.

Karena kita belum tahu apakah disebelah Swaziland akan ketemu campsite setelah perbatasan atau tidak, hari sudah gelap, akhirnya kami putuskan untuk lanjut ke Swaziland. Border disini beroperasi hingga jam 10 malam, jadi tidak masalah waktu masih pukul 8.

Kami langsung masuk dan proses imigrasi dan custom sangat cepat dan ramah sewaktu exit Afrika Selatan, kemudian masuk Swaziland, pelayanan sangat ramah dan welcome. Staff imigrasi bahkan sempat bercanda dengan kami. Terakhir ada pengecekan dari polisi dan kelihatanya akan turun hujan karena gerumuh guntur mulai terdengar.

Sang polisi melihat kami sudah letih, dia sangat kaget ketika dapati kendaraan kami datang dari Indonesia dan akhirnya ditawarkanlah pos polisi perbatasan untuk kami bisa tidur semalam dan kami pun langsung meng-iya-kan tawaran tersebut karena mulai turun hujan.

Malam itu nyamuk silih berganti menggigit tangan dan leher, belum lagi pos polisi ribut dengan orang yang melapor karena pertengkaran dalam pesta dekat border. Dan kamipun tidak bisa tidur nyenyak karena kondisi tersebut. 

Keesokan harinya langit begitu cerah, burung-burung mulai berkicau, waktu masih jam 4.30 pagi matahari mulai muncul, rupanya kalau summer siang hari lebih panjang dari malam hari disini. Kami lanjut berkendara kearah Manzini, jalan begitu sepi dan hanya terlihat savana.

Tak lama kemudian mulai terlihat aktivitas masyarakat di desa-desa kecil, kebanyakan anak-anak lagi menunggu bus ke sekolah.

Hari ini sangat cerah dan semakin siang udara semakin panas. Kamipun istirahat di salah satu supermarket di desa kecil 40 km sebelum Manzini ( kota terbesar kedua di Swaziland).

Hawa panas membuat kami malas bergerak hingga menunggu sore hari, namun lagi-lagi awan tebal menyelimuti daerah tersebut. 

Kami meminta izin kepada pemilik supermarket untuk bisa kemping di lokasi tersebut karena tanahnya luas. Namun Ibu Naora (si pemilik supermarket) malah menawarkan kami kamar di rumahnya yang berjarak 100meter dari supermarket tersebut.

Kami menunggu sampai toko tutup (jam 6 sore) lalu bersama sama kami menuju rumahnya. Kami terkejut ketika melihat rumahnya sangat luas dan memiliki banyak bilik ciri khas rumah tradisional Swaziland. Kami disambut baik keluarga tersebut karena mengetahui kami datang dari jauh dengan sepeda motor.

Malamnya kami makan bersama di bangunan berbentuk silinder atau disebut ‘roundville’ sebagai tempat bersantai sekaligus pertemuan keluarga.

Kami dihidangkan makan malam ‘Braai’ atau Daging Bakar ciri khas masakan Swaziland. Kami sangat menikmati suasana tersebut sambil bercerita (bahasa yang digunakan disini Bahasa Inggris yang sebagai bahasa utama negara Swaziland) mengenai Indonesia. 

Beruntung kami tidak kemping karena malam itu ada badai angin sehingga terdengar gerumuh angin kencang disela sela bangunan dan pepohonan. Keluarga ini sangat senang dengan kehadiran kita karena mendengar cerita perjalanan kita. 

Salam Satu Hati.

RELATED
NEWS
TOP 5 NEWS
TWITTER
FACEBOOK