NEWS
DETAILS
Kamis, 21 Oct 2021 13:35 - Paguyuban Honda Malang

Memasuki hari ke-484 perjalanan Wheel Story Season 6, Mario Iroth bertolak dari Ecuador ke Colombia. Dirinya tak menemukan kendala usai tiba di pintu masuk negara tersebut. Kota Pasto yang menjadi destinasi pertamanya di sana pun lantas dibidik pasca melewati border yang berlokasi di Jembatan Rumichaca. 

Impresi positif di Colombia langsung terjadi manakala Mario mengikuti Rute ke-25. Walau dihadapkan dengan jalan lumayan sempit, kenikmatan Mario tak terganggu lantaran indahnya pemandangan barisan tebing dan pegunungan nan hijau. 

Kesulitan Mencari Bensin

Tapi, masalah baru mulai muncul ketika Mario memasuki provinsi di bagian selatan Colombia. "Di sini lagi dilanda krisis bahan bakar minyak, pom bensin banyak yang tutup. Kalau ada pun antreannya bisa sampai 5 km.

Bahkan ada yang rela parkir mobil dari semalam biar dapat antre paling depan. Saya sudah keliling semua SPBU di kota ini, tapi tidak berhasil dapat bensin," tulis Mario.

 

"Dengan sisa bensin dari Ecuador saya coba beranikan diri melanjutkan perjalanan ke arah Popayan yang masih berjarak 250-an Km dari Pasto dan bakal ngelewatin daerah pegunungan juga nih. Biar irit bahan bakar saya ajak si Rumba alias Honda CRF1100L Africa Twin bermain di kecepatan 60 km/jam aja biar makin irit BBM," lanjutnya. 

Blokade Jalan Menuju Popayan

Dengan cara itu, Mario cukup percaya diri mampu menjangkau Popayan. Namun, keadaan genting dihadapi Mario setelah berkendara 25 km dari Pasto. Dia menemukan adanya beberapa blokade jalan di beberapa perkampungan. Menurut Mario, ini terjadi karena kondisi Colombia sendiri yang memang tengah tidak kondusif. 

"Di Colombia lagi terjadi kekacauan akibat protes masyarakat ke pemerintah yang gak habis-habisnya selama beberapa bulan terakhir. Kerusuhan terjadi karena protes kebijakan pemerintah yang ingin menaikkan pajak dikala pandemi dan juga permasalahan lain. Udah banyak korban jiwa akibat bentrokan di beberapa daerah," ucap Mario. 

"Kebetulan jalur yang saya lewatin ini masuk dalam zona merah. Potensi kerusuhan bisa meledak kapan saja di daerah ini. Dan benar saja, baru 25 km meninggalkan Pasto di daerah perkampungan terjadi blokade jalan. Warga yang jaga area ini pegang senjata tajam. Ketika coba melewati portal di antara warga, saya diberhentiin dan disuruh putar balik. Saya coba bernegosiasi karena cuma numpang lewat menuju Popayan dan lagi pula bensin udah sekarat. Tak berapa lama, terlihat ketua yang jaga portal ini dan mengizinkan saya lewat," urainya.

"Sekitar 20 km, ternyata ada blokade jalan di kampung lain. Tak ada pilihan, saya coba nego dengan tersenyum walau bahasa Spanyol saya kurang bagus. Untunglah mereka mau mengerti dan membiarkan saya melintas. Di tengah kekacauan ini saya ketemu pom bensin yang ternyata tutup karena stok bensin habis. Setelah mendapatkan bantuan dari warga, si Rumba kebagian bensin untuk jalan ke Popayan. Selama perjalanan ke sana setiap 20-an km bakalan ketemu blokade jalan. Bahkan ada area di mana saya menunggu 2 jam baru diizinkan lewat. Ada juga kalanya saya langsung dibiarkan melintas. Akhirnya sampai Popayan hampir malam hari dan saya cepat-cepat cari penginapan karena berkeliaran malam hari di sini sangat tidak aman," papar Mario. 

Keesokan harinya, Mario memutuskan untuk memotong rute melalui hutan taman nasional dan pegunungan menuju Neiva. "Sebetulnya tujuan saya mau ke Bogota. Kalau lihat jalan utama, dari Popayan seharusnya ke arah Cali. Tapi, tidak disarankan oleh warga karena bakalan ketemu lebih banyak blokade jalan dan lebih rawan buat orang asing melintas daerah sana," terangnya. 

"Nah, rute lewat Neiva cenderung lebih aman. Karena di SPBU belum ada bensin, saya ketemu penjual eceran di pinggir jalan. Kaget juga dengar harga per galon 30.000 pesos (sekitar 150 ribu Rupiah) dimana harga asli di SPBU per galon 7000-an Peso (sekitar 30 ribu rupiah). Gak ada pilihan. Bensin di tangki harus penuh karena masih ada 260 km atau 6 jam-an lagi ke arah Neiva. Memang perjalanan membelah hutan dan pegunungan menuju Neiva ini sepi banget dan jalan gravel separuh perjalanan. Tapi, enjoy banget dengan pemandangannya dan area perkampungan yang ramah. Banyak perkebunan kopi saya lewati, karena Colombia memang salah satu penghasil kopi terbaik di dunia juga. Setelah ketemu jalan raya di Rute 45 menuju Neiva, bensin sudah mulai tersedia lagi di SPBU dengan harga normal tentunya," kata Mario.

Mengunjungi Zona Gersang di Utara Neiva

Sesampainya di Neiva, Mario rupanya punya agenda lain. Ia mengarahkan tunggangannya untuk berkunjung ke zona gersang bernama Desierto de la Tatacoa atau gurun Tatacoa. yang terletak di utara Neiva. 

 

 

"Gurun Tatacoa ini panasnya minta ampun. Tengah hari bisa sampai 50°C jadinya paling enak nongkrong sore hari di sini biar agak adem. Nah dari sini masih ada sekitar 290 Km lagi ke arah Bogota atau sekitar 6 jam berkendara. Tinggal ngikutin rute 45 dan blokade jalan yang saya temui tinggal sedikit. Yang terpenting udah gak kesusahan cari bensin. Jalan menuju Bogota juga lumayan asyik, penuh kelokan dan tanjakan. Maklum, Bogota berada pada ketinggian 2630 mdpl jadi kota tertinggi ke 3 di dunia setelah La Paz dan Quito. Cuma yang bikin gak enak di Bogota selain macetnya yang lumayan parah, cuaca di kota ini bisa berubah kapan aja. Dari panas tau-tau bisa hujan. Makanya, terlihat banyak orang suka bawa payung atau yang motoran udah standby sama jas hujan," cerita Mario.

 

Setibanya di Bogota, Mario mendapatkan undangan makan siang bersama Duta Besar KBRI Bogota Pak Priyo bersama Staff KBRI lainnya di Wisma Indonesia. "Pada kesempatan ini juga saya di interview tentang petualangan bermotor di Amerika dari Caracol TV (Stasiun TV Nasional Colombia). Karena si Rumba tungganganku udah waktunya servis dan pas banget ada dealer Honda di Bogota Honda Dream dan motorku ditangani mekanik handal dan profesional dari Honda tentunya," pujinya.

 Disampaikannya lagi, Colombia menjadi negara terakhir yang dijelajahi Mario di kawasan Amerika Selatan. Secara keseluruhan, kali ini Mario sudah melakoni perjalanan sejauh 24.096 km. "Dari Bogota, dia melakukan persiapan untuk mengirim ke Central Amerika tepatnya di Panama City. "Ini karena belum adanya jalan terhubung antara Colombia dan Panama karena hutan Darien Gap. Jadi saya bakalan berpisah dulu dengan Rumba untuk saat ini," tutup Mario. Nantinya cerita perjalanan Mario selanjutnya di Panama.   

 

 

RELATED
NEWS
TOP 5 NEWS
TWITTER
FACEBOOK